BAB V
NEGARA DAN KONSTITUSI
A. Pengertian Negara
Aristoteles merumuskan negara yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat itu masih dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang di dalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam permusyawaratan.
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus. Ia membagi negara dalam dua pengertian Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civitas Terrena yang artinya negara duniawi. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini, melainkan jiwanya yang dimilki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia untuk mencapainya. Adapaun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan. Meskipun demikian bukan berate apa yang di luar Gereja itu terasing sama sekali dari Civitas Dei.
Roger H. Soltau mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat agency atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. Max Weber mengemukakan pemikirannya bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dala msuatu wilayah.
Dapat dissimpulkan bahwa negara memiliki unsur-unsur yang mutlak harus ada, meliputi: wilayah atau daerah territorial yang sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.
Dapat dissimpulkan bahwa negara memiliki unsur-unsur yang mutlak harus ada, meliputi: wilayah atau daerah territorial yang sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.
B. Konstitusionalisme
Setiap negara moden senantiasa memerlukan suatu pengaturan yang dijabarkan dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme mengacu pada pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan teratur terhadap suatu pelaksanaan pemerintahan. Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau consensus di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkaitan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern ini pada umunya dipahami berdasar tiga elemen kesepakatan, yaitu:
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama, yang sangat menentukan tegaknya konstitusi dalam suatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang paling mungkin mencerminkan bahkan melahirkan kesamaan-kesamaan kepentingan di antar sesama warga masyarakat.
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan. Kesepakatan kedua ini sangat principal, karena dalam setiap neagra harus ada keyakinan bersama bahwa dalam segala hal dalam penyelenggaraan negara harus didasarkan pada rule of law.
3. Kesepakatan tentang bentuk isntitusi-institusi dan prosedur ketatanegaraan. Ini berkenaan dengan bangunan organ negara dengan prosedur yang mengatur kekuasaan, hubungan antar organ negara satu sama lain, dan hubungan antara organ negara dengan warga negara.
C. Konstitusi Indonesia
1. Pengantar
Dalam proses reformasi hukum ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen UUD 1945. Amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus mengubah UUD-nya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut.
2. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)
Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat simple dan singkat. UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal. Hal ini mengandung makna:
(1) Telah cukup jika UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya membuat garis-garis besar infrastruktur pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan negara, untuk menyelenggarakan kehidupan dan kesejahtaraan sosial.
(2) Sifatnya yang supel dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang dinamis.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka sifat-sifat UUD 1945 adalah:
(1) merupakan hukum positif yang emngikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.
(2) UUD 1945 bersifat supel dan singkat, memuat aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.
(3) memuat norma-norma, aturan, dan ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
(4) merupakan peraturan hukum postitif yang tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia.
3. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis (Convensi)
Convensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun sifatnya tidak tertulis.Convensi ini mempunyai sifat sebagai berikut:
(1) merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
(2) tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar.
(3) diterima oleh seluruh rakyat.
(4) bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagi aturan-aturab dasar yang tidak terdapat dalam UUD.
Jadi, convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis, tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.
4. Konstitusi.
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris “constitution”, atau berasal dari bahasa Belanda “constitutie”. Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang Dasar. Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti:
1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar, atau
2. Sama dengan Undang-Undang Dasar.
Dalam praktek ketatanegaraan negara Republik Indonesia pengertian konstitusi adalah sama dengan pengetian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat.
5. Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 Hasil Amandemeen 2002
a. Indonesia adalah Negara yang Berdasarkan atas Hukum.
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti bahwa negara dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh peraturan hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute. Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yaitu dengan sendirinya juga oleh ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional, Ketetapan MPR, UU dan sebagainya.
c. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat
Menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara secara kelembagaan tinggi negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan.
d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Samping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat (UUD 1945 pasal 6A ayat 1). Jadi menurut UUD 1945 ini tidak lagi merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat.
e. Presiden tidak Bertanggungjawab kepada DPR
Sistem ini menurut UUD 1945 sebelum amandemen dijelaskan dalam Penjelasan UUD 1945, namun UUD 1945 hasil amandemen 2002 juga memiliki isi yang sama, sebagai berikut:
“Di samping presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), presiden harus mendapat perseteujuan DPR untuk membentuk UU (pasal 5 ayat 1), dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan pasal 23. Oleh karena itu, presiden harus bekerja sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan presiden tidak tergantung Dewan.
f. Menteri Negara adalah Pembantu Presiden, Mentreri Negara tidak Bertanggungjawab kepada DPR.
“Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri negara (apsal 17 ayat 1), presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (pasal 17 ayat 2). Menteri-menteri Negara itu tidak bertanggungjawab kepada DPR”.
g. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-Terbatas.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, ia bukan “dictator”, artinya kekuasaan tidak tak-terbatas. Presiden bukan mandataris MPR, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR kecuali itu ia harus memperhatikan suara DPR.
6. Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Menurut penjelasan UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum, negara yang berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan kekuasaan. Ciri-ciri suatu negara hukum adalah:
a. Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
Untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran perlu adanya Badan-badan kehakiman yang kokoh, kuat, tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.
Untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran perlu adanya Badan-badan kehakiman yang kokoh, kuat, tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.
0 comments:
Post a Comment
Apa komentar anda tentang blog ini?