BAB V
TEORI DEPENDENSI KLASIK
SEJARAH LAHIRNYA
Teori modernisasi, klasik maupun temporer, melihat pemasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Sedangkan teori depedensi memiliki posisi yang sebaliknya. Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori depedensi mewakili “suara negara-negera pinggiran” untuk menentang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektul dari negara maju.
Pendekatan depedensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya teori ini lebih merpakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-an banyak pemerintahan di Amerika Latin mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBAL yang menitikberatkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi substitusi impor (ISI) yang diharapkan memberikan keberhasilan berkelanjutan pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan dan kesejahteraan rakyat serta pembangunan politik demokratis. Namun strategi ini mengalami kegagalan sehingga mengakibatkan timbulnya perlawanan rakyat dan tumbangnya pemerintahan yang populis dan kemudian digantikan oleh pemerintahan yang otoriter.
Sejak awal garis kebijaksanaan KEPPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh Pemerintah Amerika Latin. Keengganan ini merupakan salah satu sebab mengapa KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan lainnya yang lebih radikal, diantaranya termasuk program pembagian tanah. Sayangnya program KEPBBAL ini tidak berhasil. Stagnasi ekonomi dan represi politik muncul dipermukaan pada tahun 1960-an. Dalam hal ini ditunjuk dan dijelaskan berbagai kelemahan dan kebijaksanaan industralisasi subsitusi impor (ISI) yang dijalankan oleh Amerika Latin. Daya beli masyarakat terbatas pada kelas sosial tertentu, pada pasar domestik ternyata tidak menunjukkan gejala ekspansi setelah kebutuhan barang dalam negeri tersedia. Ketergantungan terhadap impor hanya sekedar beralih dari barang-barang konsumsi ke barang-barang modal. Barang-barang ekspor konvensional tidak terperhatikan dalam suasana hiruk pikuk industrialisasi. Akibatnya adalah timbulnya masalah-masalah yang akut pada neraca pembayaran, yang muncul hampir bersamaan waktunya, disatu negara diikuti segera oleh negar yang lain. Optimisme pertumbuhan berganti depresi yang mendalam.
Neo-Marxisme
Teori dependensi juga memiliki warisan pemikiran dari neo-marxisme. Keberhasilan Revolusi RRC dan Kuba telah membantu tersebarnya perpaduan baru pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang kemudian menyebabkan lahirnya generasi baru, yang dengan lantang menyebut dirinya sendi dengan “Neo-Marxists”. Menutur Foster-Carter, neo-marxisme berbeda dengan Marxis ortodoks dalam beberapa hal sebagai berikut:
Marxis ortodoks melihat imperialisme dari sudut pandang negara-negara utama (core countries), sebagai tahapan lebih lanjut dari perkembangan kapitalisme di Eropa Barat, yakni kapitalisme monopolistic, neo-marxisme melihat imperialisme dari sudut pandang negara pinggiran, dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperilalisme pada negara-negar dunia ketiga.
Marxis ortodoks cenderung berpendapat tentang tetap perlu berlakunya pelaksanaan dua tahapan revolusi. Revolusi borjuis harus terjadi lebih dahulu sebelum revolusi sosialis. Marxis ortodoks percaya bahwa borjuis progresif akan terus melaksanakan revolusi borjuis yang tengah sedang berlangsung dinegara Dunia Ketiga dan hal ini merupakan kondisi awal yang diperlukan untuk terciptanya revolusi sosialis dikemudian hari. Dalam hal ini neo Marxisme percaya, bahwa negara Dunia Ketiga telah matang untuk melakukan revolusi sosialis.
Terakhir, jika revolusi soaialis terjadi, Marxisme ortodoks lebih suka pada pilihan percaya, bahwa revolusi itu dilakukan oleh kaum proletar industri di perkotaan. Dipihak lain, neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba. Ia berharap banyak pada kekuatan revolusioner dari para petani di pedesaan dan perang gerilya tentara rakyat.
Frank : Pembangunan dan Keterbelakangan
Menurut Frank, sebagian kategori teoritis dan implikasi kebijaksanaan pembangunan yang ditemukan di dalam teori modernisasi merupakan hasil sulingan dan saringan pengalaman kesejarahan negara-negara kapitalis maju di Eropa barat dan Amerika Utara. Dengan demikian, menurut Frank, kategori teoritis yang dirumuskan akan sangat berorientasi kepada “Barat” dan karenanya tidak akan mampu menjadi petunjuk untuk memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi negara Dunia Ketiga.
Teori modernisasi memiliki kekurangan karena ia hanya memberikan penjelasan internal sebagai penyebab pokok keterbelakangan Dunia Ketiga. Selain itu, teori modernisasi juga beranggapan bahwa negara-negara Dunia Ketiga tersebut kini sedang berada pada tahap awal pembangunan, oleh karena itu negara-negara terbelakang perlu melihat negara barat sebagai insprirasi dan mengikuti arah dan jalan pembangunan yang pernah ditempuh negara-negara barat. Menurut Frank, negara Dunia Ketiga tidak akan dapat dan tidak perlu mengikuti arah pembangunan negara-negara barat, karena mereka memiliki pengalaman kesejarahan yang berbeda.
Sebagai reaksi atas penjelasan faktor internal dari teori modernisasi, Frank memberikan penjelasan faktor luar (external) untuk memahami persoalan pembangunan Dunia Ketiga. Bagi Frank, bukan feodalisme atau tradisionalisme yang menjadikan negara Dunia Ketiga terbelakang, sebaliknya karena kolonialisme dan dominasi asing maka terjadilah pembalikan sejarah dari perkembangan negara maju dan memaksanya untuk mengikuti arah perkembangan keterbelakangan ekonomi.
Model satelit-metropolis menjelaskan bagaimana mekanisme ketergantungan dan keterbelakangan negara Dunia Ketiga mewujud. Model hubungan satelit-metropolis berlaku pada tingkat hubungan internasional, regional dan lokal dalam suatu negara Dunia Ketiga. Keseluruhan rangkaian hubungan satelit-metropolis dibangun untuk melakukan pengambilan surplus ekonomi dari daerah yang lebih kecil ke daerah yang lebih maju. Hal ini yang menyebabkan keterbelakangan di negara Dunia Ketiga.
Berdasarkan model satelit-metropolis, Frank merumuskan hipotesa yang menarik untuk menguji pembangunan di Dunia Ketiga. Pertama, berlawanan dengan perkembangan yang terjadi pada metropolis dunia, yang tidak memiliki kota satelit sama sekali, pembangunan yang terjadi di metropolis nasional dan kota-kota yang lebih kecil di bawahnya akan dibatasi oleh status kesatelitannya. Kedua, negara satelit akan mengalami pembangunan ekonomi yang pesat apabila dan ketika mereka memiliki hubungan dan keterkaitan yang terendah intensitasnya dengan metropolis barat. Ketiga ketika metropolis bangkit dari krisis dan membangun kembali kekuatan ekonominya, proses industrialisasi yang telah terjadi pada negara-negara satelit ini akan ditarik dan dieksploitir kembali dalam hubungan global tersebut. Keempat, daerah yang paling terbelakang dan feodal sekarang ini adalah daerah yang memiliki derajat hubungan dan keterkaitan sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.
Dos Santos : Struktur Ketergantungan
Dos Santos menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan dna negara tergantung merupakan hubungan yang tidak sederajat, karena pembangunan di negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara tergantung. Surplus ekonomi yang dihasilkan oleh negara tergantung mengalir dan berpindah ke negara dominan yang menyebabkan tidak dapat berkembangnya pasar dalam negeri, menghambat kemampuan teknik dan memperlemah keandalan budayanya. Intinya adalah tindakan pengawasan ketat dan monopoli oleh negara maju.
Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan yaitu ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri. Dalam konteks ini, Dos Santos melihat batasan struktural upaya pembangunan industri di negara Dunia ketiga. Pertama, pembangunan industri akan bergantung pada kemampuan ekspor karena hanya dengan jalan itu negara tergantung akan memperoleh devisa yang dapat digunakan untuk membangun ekonominya. Kedua, pembangunan industri negara Dunia Ketiga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi neraca pembayaran internasional yang cenderung untuk defisit. Defisit terjadi karena monopoli ketat pasar internasional yang cenderung mengakibatkan rendahnya harga pasar bahan produk mentah yang dihasilkan negara Dunia Ketiga dibanding dengan produk industri, banyaknya keuntungan y ang diperoleh negara maju dari negara industri dan kebutuhan akan pembiayaan asing. Ketiga, pembangunan industri sangat kuat dipengaruhi oleh monopoli teknologi negara maju.
Amin: Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran
Teori peralihan kapitalisme pinggiran Amin mengandung berbagai pernyataan pokok sebagai berikut. Pertama, peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan peralihan kapitalisme pusat. Kedua, kapitalisme pinggiran dicirikan oleh tanda-tanda ekstraversi, yakni distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada upaya ekspor. Ketiga, bentuk distorsi lain adalah apa yang dikenal dengan istilah hipertropi pada sektor tersier di negara pinggiran. Keempat, teori efek penggandaan investasi (multiplier effects of investment) tidak dapat diterapkan secara mekanis pada negara pinggiran. Kelima, tidak mencampuradukkan ciri-ciristruktural negara terbelakang dengan negara maju pada waktu negara maju tersebut berada dalam tahap permulaan perkembangannya dahulu. Keenam, keseluruhan profil kontradiksi struktural yeng telah dibuat tedahulu menyebabkan adanya ganjalan yang tak terhindarkan, yang mengahalngi pertumbuhan negara pinggiran. Ketujuh, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara kapitalis pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa prakapitalisnya dan proses serta periode kapan negara pinggiran tersebut terintegrasi dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.
Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik
Para penganut aliran dependensi cenderung memiliki asumsi sebagai berikut. Pertama, keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Kedua, ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Ketiga, permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Keempat, situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Kelima, keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.
Implikasi Kebijaksanaan Teori Dependensi Klasik
Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat untuk diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran (output), dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk dinegara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, para pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam posisi memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan sebenarnya.
Perbandingan Teori Dependensi dan Teori Modernisasi
Kedua teori ini memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama dalam mempelajari persoalan pembangunan Dunia Ketiga dan berupaya merumuskan kebijaksanaan pembangunan. Kedua teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang dwi-kutub.
Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar persoalan keterbalakangan negara Dunia Ketiga. Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.