BAB VI
HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK
Dalam bab ini akan disajikan tiga hasil kajian teori dependensi klasik, yaiu: hasil penelitian Baran tentang kolonialisme di India, hasil penelitian Landsberg tentang munculnya imperialisme baru di Asia Timur, dan hasil kajian dari Sritua arief dan Adi sasono. Ketiga nya dianggap cukup mewakili pemikiran-pemikiran teori dependensi klasik.
Baran : Kolonialisme di India
Akibat Ekonomi Kolonialisme
India merupakan salah satu negara maju di dunia pada abad ke-18. Itu di karenakan kondisi ekonomi india secara relatif sudah maju, dan usaha perdagangan, industri dan cara berproduksinya tidak berbeda dengan yang ada di negara lain yang sudah maju. Secara ringkas, Baran berpendapat bahwa pemindahan surplus ekonomi dari India ke Inggris, kebijaksanaan deindustrialisasi India, dan pembanjiran barang produksi Inggris ke India, serta pemiskinan massal pedesaan India telah menjadi sebab dan sepenuhnya bertanggung jawab terhadap keterbelakangan India.
Menurut perspektif dependensi, pemerintahan kolonial didirikan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas negara jajahan, dan untuk menjamin kelancaran pengambilan bahan mentah yang diperlukan negara penjajah, serta untuk memberikan kemudahan pengiriman barang yang diproduksi negara penjajah ke negara pinggiran tersebut. Pemerintahan kolonial tidak akan pernah dibentuk dengan tujuan untuk membangun ekonomi negara pinggiran. Dalam rangka menjadikan Dunia Ketiga menjadi negara pinggiran, pemerintah kolonial tidak segan-segan melakukan praktek kekerasan untuk membuat penduduk negara jajahan tunduk.
Karena politik-ekonomi India telah demikian dalamnya mengalami restrukturisasi selama lebih dari seabad masa penjajahan Inggris, Baran menegaskan bahwa tiadanya lagi secara formal pemerintahan kolonial di India tidak dapat begitu saja menghlangkan akibat sisa peniggalan kolonial. Bahkansetelah kemerdekaannya pun, struktur ketergantungan masih terlihat secara jelas di India dan akan terus mengganggu pembangunan India di kemudian hari.
Landsberg : Tumbuhnya Imperialisme di Asia timur
Dalam mengmati pelaksanaan dan hasil kebijaksanaan indusrialisasi dengan orientasi ekspor (IOE) di Korea, Taiwan, Singapura, dan Hongkong, Landsberg mengajukan pertanyaan tunggal yakni apakah negara-negara ini akan atau harus dijadikan model pembangunan negara Dunia Ketiga.
Konteks Sejarah
Bagi Landsberg, dominasi asing di negara-negara Dunia Ketiga tidak begitu saja berakhir setelah Perang Dunia II. Masih banyak faktor yang berkaitan dan berantai yang menyebabkan pembangunan negara Dunia Ketiga tetap memprihatinkan. Pertama, lemahnya dasar-dasar pengembangan industri. Kedua, karena membutuhkan devisa, negara Dunia Ketia terpaksa mengandalkan pengumpulan dana melalui ekspor produk mentah yang rentan terhadap fluktuasi pasar. Ketiga, kurangnya kemampuan negara-negara Dunia Ketiga untuk mengumpulkan devisa sehingga akan terjebak dalam utang luar negeri.
Strategi industrialisasi substitusi impor (ISI) ditumuskan dengan harapan dapat membantu negara Dunia Ketiga lepar dari ketergantungan ekspor produk primer. Namun demikian, logika imperialisme tetap menghalangi keberhasilan pelaksanaan strategi ISI, karena sebagian penduduk negara Dunia Ketiga masih miskin, borjuis domestik tidak mempunyai cukup modal untuk mendirikan industri, dan derasnya arus modal asing yang masuk ke negara Dunia Ketiga.
Secara ringkas, Landsberg menyimpulkan bahwa sekalipun IOE “membantu tumbuhnya industri dan tersedianya lapangan kerja di Dunia Ketiga, strategi IOE tidak akan mampu menumbuhkan tejadinya akumulasi modal dan pembangunan ekonomi yang mandiri dan tangguh.
Karakteristik IOE : Siapa Mengekspor Kepada Siapa
Landsberg menyebutkan bahwa hanya sedikit negara Dunia Ketiga yang mampu menghasilkan sebagian besar barang-barang hasil industri yang diekspor ke negara maju. Dari sedikit negara Dunia Ketiga pengekspor ini, Landsberg membaginya dalam dua kategori, yaitu negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori A dan negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori B.
Lahirnya IOE
Munculnya IOE berdasarkan kebijakan subkontrak internasional yang dirumuskan oleh perusahaan-perusahaan transnasional yang membangun industrinya di negara-negara Dunia Ketiga. Untuk itu perusahaan transnasional menjalin hubungan hukum bersama mitra lokal. Stratgi IOE menunjukkan adanya tanda-tanda tahapan baru dalam pembagian kerja internasional yaitu berpindahnya lokasi kegiatan produksi ke Dunia Ketiga. Ada beberapa alasan tumbuhnya kebijaksanaan subkontrak internasional, antara lain, adanya perluasan pasar dan persaingan perusahaan transnasional untuk merebut pasar, adanya peningkatan biaya produksi di negara maju, penemuan-penemuan mengagumkan dalam bidang teknologi komunikasi dan transportasi, laba yang diperoleh peusahaan subkontrak sangat tinggi, serta negara-negara Dunia Ketiga merupakan negara yang tepat untuk usaha subkontrak.
Akibat IOE
Dilihat dari sudut pandang teori dependensi klasi, strategi IOE dianggap janji palsu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mandiri dan oleh karena itu tidak dapat dijadikan sebagai model yang khas untuk pembangunan Dunia Ketiga. Pertama, produk industri yang dihasilkan oleh negara Dunia Ketiga ditujukan untuk pasar internasional. Kedua, usaha subkontrak hanya membutuhkan dan menggunakan tenaga kerja dengan ketermapilan dan kecakapan rendah. Ketiga, mitra lokal biasanya tidak mampu untuk berdiri sebagai pihak pengendali dan atau memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi. Keempat, dengan tidak mengabaikan usaha-usaha yang dilakukan negara-negara di Asia Timur untuk melakukan perbaikan dan diversifikasi produk ekspornya untuk membangun dasar-dasar industri yang lebih dinamis, Landsberg pesimis bahwa mereka akan berhasil. Terakhir, ketidakstabilan dunia juga mempengaruhi dna menghambat pertumbuhan ekonomi di negara kelompok B. Sekalipun IOE membantu tumbuhnya industri dan tersedianya lapangan kerja di Dunia Ketiga, strategi IOE tidak akan mampu menumbuhkan terjadinya akumulasi modal dan pembangunan ekonomi yang mandiri dan tangguh.
Sritua Arief dan Adi Sasono : Ketergantungan dan Keterbelakangan di Indonesia
Kajian ini dimulai dengan menguji kembali warisan kolonial Belanda yang ditinggalkan. Bagi mereka pelaksanaan tanam paksa dijadikan sebagai “pangkal tolak untuk melihat bangunan struktural yang diwarisi Indonesia pada waktu negara ini merdeka.” Sistem tanam paksa merupakan salah satu faktor terpenting yang bertanggung jawab terhadap berkembangnya keterbelakangan dan kemiskinan di Indonesia. Dlam proses eksploitasi ini telah terjalin aliansi antara pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dan pihak-pihak penguasa feodal di Indonesia.
Untuk mengamati pembangunan Indonesia pada masa Orde Baru, Arief dan Sasono menggunakan lima tolok ukur, yaitu sifat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, proses industrialisasi, pembiayaan pembangunan, dan persediaan bahan makanan. Pertama, mereka melihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai Indonesia telah dibarengi dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Kedua, Indonesia memiliki tingkat pengangguran yang tinggi dan dengan percepatan yang tinggi pula. Ketiga, proses industrialisasi yang terjadi di Indonesia adalah proses industrialisasi sebagai industri ekstraversi. Keempat, karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan karena model industrialisasi yang dipilih, Indonesia memiliki kebutuhan untuk selalu memperoleh modal asing. Kelima, betapa pentingnya memiliki kemampuan swasembada pangan. Situasi ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang mewujud di Indonesia.
Tenaga Teori Dependensi Klasik
Ketergantungan dan keterbelakangan Indonesia mencerminkan kerakteristik yang khas teori dependensi dalam usahanya menguji persoalan pembangunan Dunia Ketiga. Dari padanya diharapkan dapat dilihat secara lebih jelas dan karena itu dapat dicari kekuatan teori dependensi dalam mengarahkan pola pikir peneliti, para perencana kebijaksanaan, dan pengambil keputusan untuk mengikuti tesis-tesis yang diajukan. Dalam hal ini teori dependensi dibanding dengan dua pendekatan pokok yang lain. Namun lebih ditujukan untuk menggali sejauh mana tenaga yang dimiliki teori dependensi dalam mempengaruhi peta pemikiran persoalan pembangunan. Nampaknya ketiga hasil kajian tersebut memiliki asumsi yang sama, yakni ketergantungan pembangunan yang terjagi di negara-negara tersebut disebabkan oleh faktor luar, yang tidak berada didalam jangkauan pengendaliannya, yang pada akhirnya posisi ketergantungan ini akan membawa akibat jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi.
Ketergantungan dan faktor luar.
Tenaga inti yang dimiliki oleh teori dependensi klasik dapat diketahui dari kemampuannya untuk mengarahkan peneliti dan pengambil keputusan untuk menguji sejauh mana dominasi asing telah secara signifikan mempengaruhi roda pembangunan nasional.
Ketergantungan ekonomi.
Dengan merumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya ketimpangan nilai tukar barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi telah mampu mengarahkan para pengikutnya untuk lebih memperhatikan dimensi ekonomi dari situasi ketergantungan. Dalam hal ini, sekalipun teori dependensi sama sekali tidak mengesampingkan dimensi politik dan budaya, persoalan ini hanya dilihat sebagai akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.
Ketergantungan dan pembangunan.
Teori dependensi klasik hampir secara ”sempurna” menguraikan akibat negatif yang harus dialami negara Dunia Ketiga sebagai akibat situasi ketergantungannya. Bahkan terkadang tarasa agak berlebihan, ketika teori dependensi menyebutkan bahwa hanya dengan menghilangkan sama sekali situasi ketergantungan, negara Dunia Ketiga baru akan mampu mencapai pembangunan ekonomi.
Kritik terhadap teori dependensi.
Sejak tahun 1970-an, teori dependensi klasik telah demikian banyak menerima kritik. Pada dasarnya kritik yang mereka ajukan mendasarkan diri pada ketidakpuasan mereka terhadap metode kajian, konsep, dan sekaligus implikasi kebijaksanaan yang selama ini dimiliki oleh teori dependensi klasik.
Metode pengkajian.
Teori dependensi menuduh ajaran teori modernisasi tidak hanya sekedar pola pikir yang memberikan pembenaran ilmiah dari ideologi negara-negara barat untuk mengeksploitasi negara dunia ketiga. Dalam menanggapai kritik ini, teori modernisasi membalas dengan tidak kalah garangnya, dengan menunjuk bahwa teori dependensi hanya merupakan alat propaganda politik dari ideologi revolusioner Marxisme. Baginya, teori dependensi bukan merupakan karya ilmiah, melainkan lebih merupakan pamflet politik
Kategori teoritis.
Teori dependensi menyatakan, bahwa situasi ketergantungan yang terjadi di Dunia Ketiga lahir sebagai akibat desakan faktor eksternal. Disinilah para penganut pola pikir neo-Marxisme mengarahkan kritiknya. Mereka menuduh, bahwa teori dependensi secara berlebihan menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan sama sekali dinamika internal, seperti misalnya peranan kelas sosial dan negara.
Implikasi kebijaksanaan.
Sejak dari awal penjelasannya, teori dependensi telah secara tegas dan detail menguraikan akibat buruk dari kolonialisme dan pembagian kerja internasional. Teori ini berpendapat, selama hubungan pertukaran yang tidak berimbang ini tetap bertahan sebagai landasan hubungan internasional, maka ketergantungan negara dunia ketiga tetap tak terselesaikan. Oleh karena itu, teori dependensi mengajukan usulan yang radikal untuk mengubah situasi ketimpangan ini, yakni dengan revolusi sosialis.
0 comments:
Post a Comment
Apa komentar anda tentang blog ini?