SAVE AL QUDS

Palestine belongs to us.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

January 15, 2012

THE UNIQUELY EFFECTIVE TECHNIQUES TO MASTER ENGLISH


THE UNIQUELY EFFECTIVE TECHNIQUES TO MASTER ENGLISH

English is an international language which have used by people all over the world. Most of countries in the world have used English as second language, that condition make English took the strategic position in the global communication. It is spoken as a native language by around 377 million and as a second language by around 375 million speakers in the world. Speakers of English as a second language will soon outnumber those who speak it as a first language.

The beginning of the 21st century is a time of global transition. According to some experts, faster economic globalization is going hand in hand with the growing use of English. More and more people are being encouraged to use English rather than their own language. On the other hand, the period of most rapid change can be expected to be an uncomfortable and at times traumatic experience for many people around the world. Hence, the opposite view, that the next 20 years or so will be a critical time for the English language and for those who depend upon it. The patterns of usage and public attitudes to English which develop during this period will have long-term effects for its future in the world.

The Slanderer Analysis


1.       Title               : The Slanderer
2.       Author          : Anton Chekov
3.       Characters  :      1. Serge Kapitonich Ahineev (main character)
2. Marfa
3. Vankin
4.       Settings        : At the wedding feast of midle class of social environtment at mid night.

Plot
A Slander is a short story that reflects the behavior of society concerning on the public image. In the story, Serge Kapitonich Ahineev is an important writer gathering with other important people. He got into the kitchen with Marfa, the cooker, to check the sturgeon, and amazed by the delicious smell he smacked his lips emitting the sound of an ungreased wheel. Suddenly, he heard a voice on the next room; it was Vankin, wrongly interpreting the noise he just heard and making up a story about Ahineev kissing Marfa. He got out of the kitchen with the anxiety of what is people going to say and started telling everyone what has happened. Soon, other people knew the event, but as a wrong explained gossip. Even the headmaster talked to him about the rumor, and what is worse, Ahineev’s wife got mad because of the gossip. This story shows how Ahineev, and the rest of the people, is dependent on people’s opinion.

INDIAN CAMP ANALYSIS


INDIAN CAMP
By Ernest Hemingway

SETTING
This story takes place on an Indian camp in Michigan. An Indian camp is a place where Indians live.
MAIN CHARACTERS
Nick Adams: The main dude of the story, he's a young kid. His dad is a doctor. He was the brave kids and very curious to new things.
Dr. Adams: Nick's dad. He is a medical doctor. a doctor who is very bold and careful in taking action. He was also very patient and loving his son.
Uncle George: Nick's uncle. He knew a lot about indian camp.

January 8, 2012

HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK


BAB VI
HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK

Dalam bab ini akan disajikan tiga hasil kajian teori dependensi klasik, yaiu: hasil  penelitian Baran tentang kolonialisme di India, hasil penelitian Landsberg tentang munculnya imperialisme baru di Asia Timur, dan hasil kajian dari Sritua arief dan Adi sasono. Ketiga nya dianggap cukup mewakili pemikiran-pemikiran teori dependensi klasik.

Baran : Kolonialisme di India
Akibat Ekonomi Kolonialisme
India merupakan salah satu negara maju di dunia pada abad ke-18. Itu di karenakan kondisi ekonomi india secara relatif sudah maju, dan usaha perdagangan, industri dan cara berproduksinya tidak berbeda dengan yang ada di negara lain yang sudah maju. Secara ringkas, Baran berpendapat bahwa pemindahan surplus ekonomi dari India ke Inggris, kebijaksanaan deindustrialisasi India, dan pembanjiran barang produksi Inggris ke India, serta pemiskinan massal pedesaan India telah menjadi sebab dan sepenuhnya bertanggung jawab terhadap keterbelakangan India.

HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK

-->
BAB VI
HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK

Dalam bab ini akan disajikan tiga hasil kajian teori dependensi klasik, yaiu: hasil  penelitian Baran tentang kolonialisme di India, hasil penelitian Landsberg tentang munculnya imperialisme baru di Asia Timur, dan hasil kajian dari Sritua arief dan Adi sasono. Ketiga nya dianggap cukup mewakili pemikiran-pemikiran teori dependensi klasik.

Baran : Kolonialisme di India
Akibat Ekonomi Kolonialisme
India merupakan salah satu negara maju di dunia pada abad ke-18. Itu di karenakan kondisi ekonomi india secara relatif sudah maju, dan usaha perdagangan, industri dan cara berproduksinya tidak berbeda dengan yang ada di negara lain yang sudah maju. Secara ringkas, Baran berpendapat bahwa pemindahan surplus ekonomi dari India ke Inggris, kebijaksanaan deindustrialisasi India, dan pembanjiran barang produksi Inggris ke India, serta pemiskinan massal pedesaan India telah menjadi sebab dan sepenuhnya bertanggung jawab terhadap keterbelakangan India.
Akibat Politik dan Budaya

TEORI DEPENDENSI KLASIK

BAB V
TEORI DEPENDENSI KLASIK

SEJARAH LAHIRNYA
          Teori modernisasi, klasik maupun temporer, melihat pemasalahan pembangunan lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Sedangkan teori depedensi memiliki posisi yang sebaliknya. Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori depedensi mewakili “suara negara-negera pinggiran” untuk menentang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektul dari negara maju.
          Pendekatan depedensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya teori ini lebih merpakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-an banyak pemerintahan di Amerika Latin mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBAL yang menitikberatkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi substitusi impor (ISI) yang diharapkan memberikan keberhasilan berkelanjutan pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan dan kesejahteraan rakyat serta pembangunan politik demokratis. Namun strategi ini mengalami kegagalan sehingga mengakibatkan timbulnya perlawanan rakyat dan tumbangnya pemerintahan yang populis dan kemudian digantikan oleh pemerintahan yang otoriter.
          Sejak awal garis kebijaksanaan KEPPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh Pemerintah Amerika Latin. Keengganan ini merupakan salah satu sebab mengapa KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan lainnya yang lebih radikal, diantaranya termasuk program pembagian tanah. Sayangnya program KEPBBAL ini tidak berhasil. Stagnasi ekonomi dan represi politik muncul dipermukaan pada tahun 1960-an. Dalam hal ini ditunjuk dan dijelaskan berbagai kelemahan dan kebijaksanaan industralisasi subsitusi impor (ISI) yang dijalankan oleh Amerika Latin. Daya beli masyarakat terbatas pada kelas sosial tertentu, pada pasar domestik ternyata tidak menunjukkan gejala ekspansi setelah kebutuhan barang dalam negeri tersedia. Ketergantungan terhadap impor hanya sekedar beralih dari barang-barang konsumsi ke barang-barang modal. Barang-barang ekspor konvensional tidak terperhatikan dalam suasana hiruk pikuk industrialisasi. Akibatnya adalah timbulnya masalah-masalah yang akut pada neraca pembayaran, yang muncul hampir bersamaan waktunya, disatu negara diikuti segera oleh negar yang lain. Optimisme pertumbuhan berganti depresi yang mendalam.

Neo-Marxisme
Teori dependensi juga memiliki warisan pemikiran dari neo-marxisme. Keberhasilan Revolusi RRC dan Kuba telah membantu tersebarnya perpaduan baru pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang kemudian menyebabkan lahirnya generasi baru, yang dengan lantang menyebut dirinya sendi dengan “Neo-Marxists”. Menutur Foster-Carter, neo-marxisme berbeda dengan Marxis ortodoks dalam beberapa hal sebagai berikut:
Marxis ortodoks melihat imperialisme dari sudut pandang negara-negara utama (core countries), sebagai tahapan lebih lanjut dari perkembangan kapitalisme di Eropa Barat, yakni kapitalisme monopolistic, neo-marxisme melihat imperialisme dari sudut pandang negara pinggiran, dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperilalisme pada negara-negar dunia ketiga.
Marxis ortodoks cenderung berpendapat tentang tetap perlu berlakunya pelaksanaan dua tahapan revolusi. Revolusi borjuis harus terjadi lebih dahulu sebelum revolusi sosialis. Marxis ortodoks percaya bahwa borjuis progresif akan terus melaksanakan revolusi borjuis yang tengah sedang berlangsung dinegara Dunia Ketiga dan hal ini merupakan kondisi awal yang diperlukan untuk terciptanya revolusi sosialis dikemudian hari. Dalam hal ini neo Marxisme percaya, bahwa negara Dunia Ketiga telah matang untuk melakukan revolusi sosialis.
Terakhir, jika revolusi soaialis terjadi, Marxisme ortodoks lebih suka pada pilihan percaya, bahwa revolusi itu dilakukan oleh kaum proletar industri di perkotaan. Dipihak lain, neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba. Ia berharap banyak pada kekuatan revolusioner dari para petani di pedesaan dan perang gerilya tentara rakyat.

Frank : Pembangunan dan Keterbelakangan
          Menurut Frank, sebagian kategori teoritis dan implikasi kebijaksanaan pembangunan yang ditemukan di dalam teori modernisasi merupakan hasil sulingan dan saringan pengalaman kesejarahan negara-negara kapitalis maju di Eropa barat dan Amerika Utara. Dengan demikian, menurut Frank, kategori teoritis yang dirumuskan akan sangat berorientasi kepada “Barat” dan karenanya tidak akan mampu menjadi petunjuk untuk memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi negara Dunia Ketiga.
          Teori modernisasi memiliki kekurangan karena ia hanya memberikan penjelasan internal sebagai penyebab pokok keterbelakangan Dunia Ketiga. Selain itu, teori modernisasi juga beranggapan bahwa negara-negara Dunia Ketiga tersebut kini sedang berada pada tahap awal pembangunan, oleh karena itu negara-negara terbelakang perlu melihat negara barat sebagai insprirasi dan mengikuti arah dan jalan pembangunan yang pernah ditempuh negara-negara barat. Menurut Frank, negara Dunia Ketiga tidak akan dapat dan tidak perlu mengikuti arah pembangunan negara-negara barat, karena mereka memiliki pengalaman kesejarahan yang berbeda.
          Sebagai reaksi atas penjelasan faktor internal dari teori modernisasi, Frank memberikan penjelasan faktor luar (external) untuk memahami persoalan pembangunan Dunia Ketiga. Bagi Frank, bukan feodalisme atau tradisionalisme yang menjadikan negara Dunia Ketiga terbelakang, sebaliknya karena kolonialisme dan dominasi asing maka terjadilah pembalikan sejarah dari perkembangan negara maju dan memaksanya untuk mengikuti arah perkembangan keterbelakangan ekonomi.
          Model satelit-metropolis menjelaskan bagaimana mekanisme ketergantungan dan keterbelakangan negara Dunia Ketiga mewujud. Model hubungan satelit-metropolis berlaku pada tingkat hubungan internasional, regional dan lokal dalam suatu negara Dunia Ketiga. Keseluruhan rangkaian hubungan satelit-metropolis dibangun untuk melakukan pengambilan surplus ekonomi dari daerah yang lebih kecil ke daerah yang lebih maju. Hal ini yang menyebabkan keterbelakangan di negara Dunia Ketiga.
          Berdasarkan model satelit-metropolis, Frank merumuskan hipotesa yang menarik untuk menguji pembangunan di Dunia Ketiga. Pertama, berlawanan dengan perkembangan yang terjadi pada metropolis dunia, yang tidak memiliki kota satelit sama sekali, pembangunan yang terjadi di metropolis nasional dan kota-kota yang lebih kecil di bawahnya akan dibatasi oleh status kesatelitannya. Kedua, negara satelit akan mengalami pembangunan ekonomi yang pesat apabila dan ketika mereka memiliki hubungan dan keterkaitan yang terendah intensitasnya dengan metropolis barat. Ketiga ketika metropolis bangkit dari krisis dan membangun kembali kekuatan ekonominya, proses industrialisasi yang telah terjadi pada negara-negara satelit ini akan ditarik dan dieksploitir kembali dalam hubungan global tersebut. Keempat, daerah yang paling terbelakang dan feodal sekarang ini adalah daerah yang memiliki derajat hubungan dan keterkaitan sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.

Dos Santos : Struktur Ketergantungan
          Dos Santos menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan dna negara tergantung merupakan hubungan yang tidak sederajat, karena pembangunan di negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara tergantung. Surplus ekonomi yang dihasilkan oleh negara tergantung mengalir dan berpindah ke negara dominan yang menyebabkan tidak dapat berkembangnya pasar dalam negeri, menghambat kemampuan teknik dan memperlemah keandalan budayanya. Intinya adalah tindakan pengawasan ketat dan monopoli oleh negara maju.
          Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan yaitu ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri. Dalam konteks ini, Dos Santos melihat batasan struktural upaya pembangunan industri di negara Dunia ketiga. Pertama, pembangunan industri akan bergantung pada kemampuan ekspor karena hanya dengan jalan itu negara tergantung akan memperoleh devisa yang dapat digunakan untuk membangun ekonominya. Kedua, pembangunan industri negara Dunia Ketiga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi neraca pembayaran internasional yang cenderung untuk defisit. Defisit terjadi karena monopoli ketat pasar internasional yang cenderung mengakibatkan rendahnya harga pasar bahan produk mentah yang dihasilkan negara Dunia Ketiga dibanding dengan produk industri, banyaknya keuntungan y ang diperoleh negara maju dari negara industri dan kebutuhan akan pembiayaan asing. Ketiga, pembangunan industri sangat kuat dipengaruhi oleh monopoli teknologi negara maju.

Amin: Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran
          Teori peralihan kapitalisme pinggiran Amin mengandung berbagai pernyataan pokok sebagai berikut. Pertama, peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan peralihan kapitalisme pusat. Kedua, kapitalisme pinggiran dicirikan oleh tanda-tanda ekstraversi, yakni distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada upaya ekspor. Ketiga, bentuk distorsi lain adalah apa yang dikenal dengan istilah hipertropi pada sektor tersier di negara pinggiran. Keempat, teori efek penggandaan investasi (multiplier effects of investment) tidak dapat diterapkan secara mekanis pada negara pinggiran. Kelima, tidak mencampuradukkan ciri-ciristruktural negara terbelakang dengan negara maju pada waktu negara maju tersebut berada dalam tahap permulaan perkembangannya dahulu. Keenam, keseluruhan profil kontradiksi struktural yeng telah dibuat tedahulu menyebabkan adanya ganjalan yang tak terhindarkan, yang mengahalngi pertumbuhan negara pinggiran. Ketujuh, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara kapitalis pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa prakapitalisnya dan proses serta periode kapan negara pinggiran tersebut terintegrasi dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.

Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik
          Para penganut aliran dependensi cenderung memiliki asumsi sebagai berikut. Pertama, keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Kedua, ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Ketiga, permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Keempat, situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Kelima, keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.

Implikasi Kebijaksanaan Teori Dependensi Klasik
          Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat untuk diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran (output), dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk dinegara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, para pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam posisi memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan sebenarnya.
Perbandingan Teori Dependensi dan Teori Modernisasi
          Kedua teori ini memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama dalam mempelajari persoalan pembangunan Dunia Ketiga dan berupaya merumuskan kebijaksanaan pembangunan. Kedua teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang dwi-kutub.
Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar persoalan keterbalakangan negara Dunia Ketiga. Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.

HASIL KAJIAN BARU TEORI MODERNISASI

BAB IV
HASIL KAJIAN BARU TEORI MODERNISASI

TANGGAPAN TERHADAP KRITIK
          Pada akhr decade 1970-an, ketika tinggi tegangan perdebatan antar berbagai perspektif pokok pembangunan mulai menurun, hasil kajian baru teori modernisasi mulai menampakkan diri. Namun demikian, juga terdapat beberapa perbedaan yang cukup berarti antara hasil kajian teori modernisasi. Mereka melakukan otokritik, menyuarakan suara lantangnyake dalam kalangan mereka sendiri, dan yang lebih penting, mereka tidak segan-segan untuk menghilangkan berbagai asumsi yang kurang kurang sahih (valid) dari teori modernisasi klasik.
          Jika demikian halnya, maka hasil kajian baru ini, dalam batas-batas tertentu yang berarti, berbeda dengan teori modernisasi kalsik dalam beberapa landas pijak berikut ini. Pertama, hasil kajian baru teori modernisasi ini sengaja menghindar untuk memperlakukan nilai-nilai tradisional dan modern sebagai dua perangkat sistem nilai yang secara total bertolak belakang. Kedua,  secara metodologis, kajian baru ini juga berbeda. Hasil karya baru ini tidak lagi bersandar teguh pada analisa yang abstrak dan tipologi, tetapi lebih cendrung untuk memberikan perhatian yang seksama pada kasus-kasus nyata. Ketiga,  sebagai akibat dari perhatiannya terhadap sejarah dan analisa kasus nyata, hasil kajian baru teori modernisasi tidak lagi memiliki anggapan tentang gerak satu arah pembangunan yang menjadikan Barat sebagai satu-satunya model. Terakhir, hasil kajian baru teori modernisasi ini lebih memberikan perhatian pada faktor eksternal dibandingkan pada masa sebelumnya.

WONG : FAMILIISME DAN KEWIRASWASTAAN
          Hasil penelitian Wong ini dimulai dengan penyajjian kritik terhadap interpretasi para pakar teori modernisasi kalsik tentang pemahaman dan penafsiran pranata famili di Cina. Dalam literatur teori modernisasi klasik, pranata famili di Cina dilihatnya sebagai kekuatan dasyat tradisional yang menimbulkan nepotisme, merendahkan disiplin kerja, menghalangi proses seleksi tenaga kerja di pasar bebas, mengurangi insentif individual untuk investasi, menghalangi tmbuhnya proses berpikir rasional, dan merintangi tumbuhnya norma-norma bisnis universal.
          Menurut Wong, ada tiga karakteristik pokok dari etos usaha keluarga. Pertama, konsentrasi yang sangat tinggi dari proses pengambilan keputusan. Kedua, otonomi dihargai sangat tinggi, dan bekerja secara mandiri lebih disukai. Ketiga, usaha keluarga jarang berjangka panjang, dan selalu secara ajeg berada dalam posisi tidak stabil.
          Secara ringkas, Wong memberikan kritik terhadap para perums teori modernisasi yang kurang cukup memberikan perhatian pada peran positif pranata keluarga etnis Cina dalam mengembangkan pembangunan ekonomi.
         
DOVE : BUDAYA LOKAL DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Kerangka Teoritis
          Dove dengan tidak ragu-ragu menyatakan bahwa tradisional tidak harus berrarti terbelakang. Jika demikian halnya, bagi Dove budaya tradisional selalu mengalami perubahan yang dinamis, dan oleh karena itu budaya tradisional tidak mengganggu proses pembangunan.
          Sikap negative terhadap budaya tradisional yang dimiliki oleh sebagian besar ilmuan sosial dan pelaksana pembangunan Indonesia ini terjadi juga sebagai akibat dari kurang atau bahkan tidak adanya budaya ilmiah yang tinggi di kalangan para peneliti. Setelah menyampaikan pandangan yang salah yang dimiliki oleh sebagian besar agen pembangunan di Indonesia terhadap budaya tradisionalnya, Dove dan kawan-kawannya mencoba melaporkan hasil kajiannya tentang kaitan antara berbagai budaya tradisional Indonesia dengan pembangunan.

Agama Tradisional
          Sistem kepercayaan tradisional Indonesia ini memiliki bobot yang cukup untuk disebut sebagai agama, dan secara empiris, sistem kepercayaan tradisional ini mengandung sistem ilmu pengetahuan tentang dunia yang valid. Bagi penduduk Wana, agama tradisional yang selaa ini telah dianut merupakan agama yang superior disbanding agama lainnya.

Ekonomi
          Sikap negatif pememrintah Indonesia tidak hanya terlihat pada pandangannya tentang sistem kepercayaan tradisional, tetapi juga pada penialiannya terhadap sistem ekonomi tradisional. Misalnya apa yang disebut dengan pertanian lading, usaha mengumpulkan sagu, dan usaha bertani berpindah-pindah.


Lingkungan Hidup 
          Peran nilai-nilai tradisional dalam menjaga lingkungan hidup dan mendorong penggunaan sumber daya alam secara terjaga kurang mendapat perhatian pemerinah. Untuk keperluan ini, pemerintah nampaknya lebih cenderung untuk merumuskan dan menerapkan peraturan baru. Bahkan tidak jarang pemerintah berpikir, bahwa petani pedesaan atau suku-suku terasing di luar Jawa berperan banyak terhadap rusaknya lingkungan hidup di sekitarnya.

Budaya Tradisional dan Perubahan Sosial
Masyarakat tardisional Indonesia pada dasarnya juga memiliki ciri yang dinamis. Masyarakat tradisional tersebut selalu mengalami perubahan sosial yang terus menerus, sesuai dengan tantangan internal dan kekuatan eksternal yang mempengaruhinya. Menurut penelitian ini, penduduk Wana telah mengembangkan kesadaran beragamabaru dari agama tradisional yang dipeluknya, setelah sering menerima kritik dari luar.
Secara ringkas, penelitian Dove dan kawan-kawannya ini secara cermat hendak menunjukkan, bahwa budaya tradisional tidak harus ditafsirkan sebagai faktor penghambat pembangunan. Bahkan, dalam batas-batas tertent, budaya tradisional dilihatnya dapat bebrperan positif untuk mendorong laju modernisasi.

DAVIS : REVISI KAJIAN AGAMA JEPANG DAN TEORI BARIKADE
Teori Lintang Gawang
          Menurut Davis, Weber telah menawarka teori lintas  gawang, yakni teori yang menyatakan, bahwa pembangunan merupakan seperangkat rintangan panjang yang melintang sejak garis permulaan ( masyarakat tardisional ) sampai garis terakhir ( masyarakat modern ). Dalam lomba ini, peserta lomba ( negara berkembang ) yang berhasil mengatasi segala rintangan hendak diberi ganjaran berupa julukan sebagai masyarakat modern dan rasional.
          Rintangan lintas gawang yang perlu dilewati ini terdiri atas brbagai macam. Pertama, peserta lomba hendaknya mampu menghilangkan rintangan ekonomis jika hendak mencapai karakteristik dasar kapitalisme. Kedua, peserta lomba juga diharapkan memapu mengatasi gawang rintangan sosial politik. Ketiga,  peserta lomba juga dihadapkan pada gawang rintangan psikologi.

Teori Barikade
          Davis menawarkan satu argumentasi dari sudut pandang yang berbeda, yakni dari sudut pandang tradisionalisme- bagaimana masyarakat tradisional menyiapkan barikade untuk melindungi dirinya sendiri dari kemungkinan gangguan yang ditimbulkan oleh berkembangnya nilai-nilai kapitalisme. Apa yang sesungguhnya ditakuti oleh masyarakat tradisional bukan kemajuan dan modenisasi itu sendiri, tetapi lebih pada kerusuhan sosial dan kekejian moral yang timbul sebagai akibat dari tiadanya batas berkembangnya tata niaga perdagangan dan kapitaisme itu sendiri.

Penulisan Kembali Sejarah Agama di Jepang
          Davis berpendapat, bahwa agama di Jepang sama sekali tidak menghalangi adanya perubahan karena berbagai alasan berikut ini. Pertama, menurut ajaran Budha, agama sama sekali tidak berusaha dan tidak berbuat sesuatu untuk mencegah pembangunan yang amat cepat di pedesaan Jepang. Kedua, karena Shinto tidak memiliki perwalian gereja yang universal untuk mengawasi secara cermat pelaksanaan ajaran-ajarannya, Shinto lebih mudah lagi untuk mengizinkan berlakuknya proses modernisasi. Ketiga, karena adanya kehidupan koeksistensi tiga agama, Konfusius, Budhisme, dan Shnto, maka mudah dipahami jika di Jepang dapat ditemukan derajat toleransi antaragama sangat tinggi. Keempat, urbanisasi di Jepang telah mempengaruhi proses sekularisasi agama-agama, yang pada gilirannya menyebabkan adanya penghargaan dan spirit yang tinggi pada kehidupan dunia ini, khususnya pada kaum pedagang perkotaan dan cendikiawan Konfusianisme. Kelima, bahwa agama-agama baru yang banyak muncul setelah Perang Dunia II, yang biasanya didirikan oleh pemimpin kharismatik yang diikuti oleh banyak pengikut, telah mampu menumguhkan berbagai perlengkapan keagamaan baru pada lapisan masyarakat yang juga memeluk agama Shinto, Budha, Nasrani, dan Konfusius. Terakhir, dengan mengamati tumbuhnya kembali agama-agama rakyat, Davis menyatakan bahwa kegaiban dan keajaiban sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip “rasionalitas” pada masyarakat industri modern.

HUNTINGTON : DEMOKRASI DI NEGARA DUNIA  KETIGA
          Di tahun 1960-an, Lipset secara optimis menyampaikan gagasannya tentang keterkaitan positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi. Semakin maju satu negara, secara ekonomis, semakin besar peluang yang dimilikinya untuk menumbuhkan dan menegakkan tatanan politik yang demokratis. Di tahun 1970-an, ketika banyak pemerintahan demokratis tumbang, peneliti yang menganut teori modernisasi mulai merasa pesimis terhadap masa depan demokrasi politik di negara Dunia Ketiga. Namun di tahun 1980-an, masa depan pembangunan demokrasi politik Nampak cerah kembali, dan oleh karena itu kecendrungan untuk menguji masa transisi bangkitnya pembangunan demokrasi muncul ke permukaan.

Prakondisi Demokrasi
          Dalam mencoba melakukan rekonsiliasi dari fakta-fakta yang seakan-akan bertentangan satu sama lain, Huntington mengajukan konsep tentang wilayah transisi. Jika satu negara telah berkembang secara ekkonomis, maka negara tersebut secara perlahan bergerak ke wilayah transisi yang mulai terlihat, bahwa pranata politik tradisional semakin sulit untuk dipertahankan. Dalam situasi yang demikian, tidak dapat diketahui dengan pasti sistem politik apa yang hendak menggantikan pranata politik tradisional yang mulai goyah tersebut. Menurut Huntington, situasi ini tidak harus otomatis menjadikan terbukanya peluang untuk berkembangnya demokrasi ala Barat.
          Unsur pokok lain dalam struktur sosial mendorong tumbuhnya demokrasi dapat dilihat pada ada tidaknya wujud sistem ekonomi pasar. Semua pranata demokrasi politik memiliki sistem ekonomi pasar, sekalipun tidak semua sistem eknomi cocok berpasangan dengan sistem politik demokratis. Dalam hal ini, Huntington secara rigkas menyatakan, bahwa demokratisasi lebih merupakan proses difusi disbanding sebagai akibat pembangunan, yang sebagian besar tumbuh karena pengaruh Inggris dan Amerika Serikat melalui proses pendudukan, pemerintah kolonial, kalah dalam perng, atau karena pemaksaan secara langsung.
          Secara ringkas, Huntington menyimpulkan bahwa prakondisi yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembangnya demokrasi terletak pada ada tidaknya kemakmuran ekonomi, struktur sosial yang pluralistic, pengaruh relative masyarakat terhadap negara, dan budaya yang toleran dan kompromis.

Proses Demokratisasi  
          Huntington membahasa tiga model utama proses demokkratisasi. Pertama,  yaitu model linier, yang dirumuskannya dari pengujian proses munculnya demokrasi di Inggris dan Swedia. Di swedia demokratisasi memiliki arah perkembangan yang berbeda. Proses perubahan menuju demokrasi di Swedia dimulai dari munculnya rasa persatuan dan kesatuan nasional, kemudian diikuti oleh perjuangan politik yang panjang dan tanpa kepastian, dan barulah kemudian muncul konsenseus nasional untuk menerapkan tata politik demokratis dan akhirnya secara sungguh-sungguh dan konsisten berusaha untuk menjalankan pemerintahan dalam tata aturan demokrasi yang telah disepakati tersebut. Kedua,  model siklus, yakni model yang menunjukkan adanya pergantian seara teratur dari munculnya demokrasi dan despotisme. Model ini nampaknya merupakan model yang paling sering dijumpai di Amerika Latin. Dalam model ini, nampaknya elite masyarakat yang memegang kunci pengambilan keputusan politik menerima dan sepakat untuk menerapkan sistem politik demokratis. Ketiga, model dialektis, pada model ini kelas menengah diperkkotaan yang semakin besar dan semakin berkualitas telah mendesakkan kepentingan politiknya kepada pemerintahan yang otoriter untuk mulai terlibat dalam partisipasi politik dan pembagian kekuasaan.

TEORI MODERNISASI BARU
Kembali ke Peran Nilai Tradisionil
          Dalam kasus Indonesia, Dove dan kawan-kawan melihat bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, dan leh karena itu, ia tidak melihat bahwa budaya tradisional bertentangan dengan pembangunan.

Kembali ke Sejarah
          Teori modernisasi baru membawa kembali peran analisa sejarah, dan oleh karena itu lebih memberikan perhatian pada keunikan dari setiap kasus pembangunan yang dianalisa. Teori modernisasi baru ini tidak lagi menggunakan kasus untuk menjelaskan dan mendukung keabsahan teori, tetapi hasil kajian teori modernisasi baru ini menggunakan teorinya untuk menjelaskan masing-masing kasus yang dipelajari.  Huntington juga menekankan pentingnya menganalisa proses sejarah dan  tahapan yang dilalui oleh pembangunan demokrasi.

Analisa Mutakhir
          Teori modernisasi baru secara sadar menghindari untuk menyajikan analisa dan pernyataan yang simplisistik, dan mengandalkan analisa pada satu variabel. Perhatiannya lebih ditujukan  untuk mengamati dan menganalisa secara serentak dan  simultan terhadap berbagai pranata social yang ada ( sosial, budaya, ekonomi, dan politik ), berbagai kemungkinan arah pembangunan, dan interaksi antara faktor internal dan eksternal.
          Dengan berbagai perubahan yang telah disebutkan tersebut, nampaknya teori modernisasi telah bangkit kembali dari krisis yang dihadapi di akkhir dekade 1960-an. Jika demikan halnya, tidak berlebihan jika pada teori modernisasi baru digantungkan harapan, sekalipun tidak besar, untuk tumbuhnya berbagai karya penelitian yang canggih untuk dekade 1990-an.
          Teori depedensi ini segera menyebar dengan cepat ke belahan Amerika tara pada akhir tahun 1960-an